Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Beberapa penyebab terjadinya pemenasan global secara umum terbagi dalam tiga kategori sebagai berikut :
1. Efek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca - Definisi rumah kaca adalah rumah yang terbuat dari kaca yang berfungsi untuk menyimpan tanaman di musim dingin agar panas matahari dapat terjaga karena sifat kaca yang mudah menyerap panas dan sulit melepaskan panas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) efek rumah kaca adalah efek sinar radiasi gelombang pendek yg dapat menembus atap serta dinding rumah kaca, tetapi tidak tertembus oleh sinar radiasi gelombang panjang (http://www.kamusbesar.com).
Apa itu efek rumah kaca? Dari definisi rumah kaca kita dapat memahami definisi efek rumah kaca. Bumi diibaratkan sebagai tanaman dan kaca adalah atmosfer. Atmosfer berfungsi untuk menjaga suhu bumi agar tetap hangat walaupun di musim dingin, dan sebaliknya atmosfer akan menyerap panas matahari yang terlalu tinggi di musim panas. Namun saat ini atmosfer itu telah rusak karena penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan oleh umat manusia, elektronik yang mengeluarkan gas yang dapat merusak atmosfer, dan tindakan manusia lainnya. Jika atmosfer rusak, fungsi dari atmosfer tidak berjalan dengan baik. Akibatnya bumi sangat panas di musim panas dan sangat dingin di musim dingin.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasiinfra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Masalah Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca menyebabkan naiknya suhu planet ini. Kenaikannya sebenarnya tidak terlalu besar, tapi ekosistem bumi sangat rentan terhadap kenaikan suhu tersebut, dan perubahan kecil dapat memiliki efek besar.
Efek rumah kaca telah berdampak pada pertanian di Amerika Utara, yang menghasilkan banyak gandum dunia, hasil pertanian tidak lagi bagus. Menyebabkan harga pangan jauh lebih tinggi, dan makanan bahkan kurang.
Kekhawatiran serius lainnya adalah bahwa permukaan air laut naik karena mencairnya es di kutub, ini berpotensi dalam timbulnya banjir banyak negara. Kenaikan permukaan air laut satu meter (banyak ahli memperkirakan pada tahun 2100) akan membanjiri 15 persen dari wilayah Mesir, dan 12 persen dari wilayah Bangladesh. Wilayah Maladewa di Samudra Hindia akan hampir sepenuhnya hilang.
Mengurangi dampak efek rumah kaca
Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil jauh akan mengurangi jumlah karbon dioksida yang dihasilkan. Untuk meminimalkan dampak dari efek rumah kaca lakukan kurangilah tindakan yang dapat merusak ozon, seperti:
ð Matikan lampu ketika Anda meninggalkan ruangan
ð Jika anda memiliki mobil, jangan menggunakannya untuk perjalanan pendek
ð Hematlah sumber energi
ð Gunakan elektronik yang aman bagi lingkungan.
2. Efek Umpan Balik
Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).
Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.
Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
3. Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]
Oooooo000oooooO
Repost : Rulianto Sjahputra
Sumber/source :
Referensi (http://id.wikipedia.org):
1. ^ a b c d "Summary for Policymakers" (PDF). Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.Intergovernmental Panel on Climate Change. 5 Februari 2007. Diakses pada 2 Februari 2007.
3. ^ a b Soden, Brian J. (01-11-2005). "An Assessment of Climate Feedbacks in Coupled Ocean-Atmosphere Models" (PDF). Journal of Climate 19 (14): 3354-3360. Diakses pada 21 April 2007. "Interestingly, the true feedback is consistently weaker than the constant relative humidity value, implying a small but robust reduction in relative humidity in all models on average" "clouds appear to provide a positive feedback in all models".
4. ^ Stocker, Thomas F. (20-01-2001). "7.5.2 Sea Ice". Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.Intergovernmental Panel on Climate Change. Diakses pada 11 Februari 2007.
5. ^ Buesseler, K.O., C.H. Lamborg, P.W. Boyd, P.J. Lam, T.W. Trull, R.R. Bidigare, J.K.B. Bishop, K.L. Casciotti, F. Dehairs, M. Elskens, M. Honda, D.M. Karl, D.A. Siegel, M.W. Silver, D.K. Steinberg, J. Valdes, B. Van Mooy, S. Wilson. (2007) "Revisiting carbon flux through the ocean's twilight zone."Science 316: 567-570.
6. ^ Marsh, Nigel (November 2000). "Cosmic Rays, Clouds, and Climate" (PDF). Space Science Reviews 94 (1-2): 215-230.doi:10.1023/A:1026723423896. Diakses pada 17 April 2007.
7. ^ "Climate Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis (Fig. 2.12)". 24 September 2001. Diakses pada 8 Mei 2007.
8. ^ Hegerl, Gabriele C. (07-05-2007). "Understanding and Attributing Climate Change" (PDF). Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. pp. 690. Diakses pada 20 Mei 2007. "Recent estimates (Figure 9.9) indicate a relatively small combined effect of natural forcings on the global mean temperature evolution of the seconds half of the 20th century, with a small net cooling from the combined effects of solar and volcanic forcings"
9. ^ Ammann, Caspar (06-04-2007). "Solar influence on climate during the past millennium: Results from ransient simulations with the NCAR Climate Simulation Model". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 104 (10): 3713-3718. "However, because of a lack of interactive ozone, the model cannot fully simulate features discussed in (44)." "While the NH temperatures of the high-scaled experiment are often colder than the lower bound from proxy data, the modeled decadal-scale NH surface temperature for the medium-scaled case falls within the uncertainty range of the available temperature reconstructions. The medium-scaled simulation also broadly reproduces the main features seen in the proxy records." "Without anthropogenic forcing, the 20th century warming is small. The simulations with only natural forcing components included yield an early 20th century peak warming of ≈0.2 °C (≈1950 AD), which is reduced to about half by the end of the century because of increased volcanism.".
10. ^ Scafetta, Nicola (09-03-2006). "Phenomenological solar contribution to the 1900-2000 global surface warming"(PDF). Geophysical Research Letters 33 (5).doi:10.1029/2005GL025539. L05708. Diakses pada 8 Mei 2007.
11. ^ Stott, Peter A. (03-12-2003). "Do Models Underestimate the Solar Contribution to Recent Climate Change?". Journal of Climate 16 (24): 4079-4093. doi:10.1175/1520-0442(2003)016%3C4079:DMUTSC%3E2.0.CO;2. Diakses pada 16 April 2007.
12. ^ Foukal, Peter (14-09-2006). "Variations in solar luminosity and their effect on the Earth's climate.". Nature. Diakses pada 16 April 2007.
13. ^ "Changes in Solar Brightness Too Weak to Explain Global Warming". National Center for Atmospheric Research. 14 September 2006. Diakses pada 13 Juli 2007.
14. ^ Lockwood, Mike. "Recent oppositely directed trends in solar climate forcings and the global mean surface air temperature". Proceedings of the Royal Society A.doi:10.1098/rspa.2007.1880. Diakses pada 21 Juli 2007. "Our results show that the observed rapid rise in global mean temperatures seen after 1985 cannot be ascribed to solar variability, whichever of the mechanisms is invoked and no matter how much the solar variation is amplified.".
Posting Komentar